KEBEBASAN, MORALITAS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Standar

KEBEBASAN, MORALITAS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Pemberitaan mengenai kasus pornografi yang melibatkan tiga artis idola kaum muda di jagad hiburan tanah air terus bergulir. Kabarnya pemberitaan kasus ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat di Indonesia saja namun juga menjadi pemberitaan berbagai media di Manca Negara. Pemberitaan kasus ini di luar negeri bahkan sempat membuat Kepala Negara gusar dan malu karena kesantunan dan moralitas bangsa Indonesia dipersoalkan oleh bangsa lain.
Banyak pihak setuju, kasus video porno yang tersebar luas di masyarakat ini telah mencemari moralitas masyarakat. Tindakan para pesohor yang mengabaikan norma-norma kesusilaan yang berlaku di masyarakat dianggap telah merusak tatanan moral. Meskipun gambar-gambar yang tersebar di ruang publik tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi konsumsi umum, namun perbuatan yang direkam dalam video tersebut dianggap tidak patut untuk dilakukan karena tidak ada ikatan perkawinan di antara para pelaku sebagaimana diatur dalam norma susila yang berlaku di masyarakat. Banyak yang menunggu pernyataan terbuka dari para pelaku untuk mengakui secara jujur perbuatannya dan menyatakan bahwa tindakan mereka salah.
Di sisi lain, para pelaku bersikukuh, mereka adalah korban dari tindakan jahat yang dilakukan oleh orang yang secara sengaja menyebarkan rekaman gambar pribadi itu ke ruang publik. Bagi para pelaku, justru hak-haknya sebagai individu telah dilanggar. Berkaitan dengan tindakan mereka yang dituding sebagai dosa dan mencemari agama, dianggap urusan pribadi yang benar dan salahnya tidak seharusnya diukur atau ditentukan oleh masyarakat. Tindakan dosa hanya perlu dipertanggung jawabkan kepada Tuhan bukan manusia. Hal inilah mungkin yang ingin dikatakan oleh salah satu pelaku melalui T-shirt bertuliskan “God is my judge not you people” yang selama berminggu-minggu terpajang pada etalase gerai pakaian miliknya.
Benar bahwa para artis idola ini tidak bertanggung jawab pada penyebaran video ini. Namun, benar jugakah pendapat yang mengatakan bahwa tindakan yang direkam dalam video yang akhirnya bocor kemana-mana itu adalah hak pribadi pelaku, sebagai individu yang bebas untuk menentukan pilihan tindakannya sendiri tanpa harus memperhatikan norma moral yang berlaku di masyarakat, yang notabene telah memberikan mereka ruang untuk berkarya, menjadi popular dan mengeruk keuntungan dari kepopuleran tersebut ?

KEBEBASAN DAN MORALITAS
Kebebasan dan moralitas sering dipandang sebagai dua entitas yang secara hakiki berlawanan. Kebebasan sering dimaknai sebagai ketiadaan ikatan atau batasan. Sedangkan moralitas dan norma-normanya dipandang sebagai pengikat atau pembatas kebebasan manusia. Keduanya dianggap bertentangan dan saling meniadakan. Moralitas dan kebebasan merupakan dua hal yang secara bersama-sama membentuk kemanusiaan. Manusia adalah sekaligus makhluk bebas dan makhluk moral.
Manusia adalah makhluk bebas karena dia tidak terkodifikasi secara khusus. Tindakan manusia tidak dikendalikan oleh naluri-nalurinya secara ketat sebagaimana yang berlaku dalam dunia hewan. Insting tidak khas pada manusia melainkan akal. Ketiadaan insting secara ketat pada manusia menjadikan manusia sebagai makhluk dengan pilihan-pilihan (bebas). Keberakalan di satu sisi menuntun manusia untuk menentukan pilihan-pilihannya dan di sisi lain menuntut manusia untuk mengarahkan pilihan-pilihannya menuju tujuan tertentu yang terarah. Tujuan dari setiap pilihan manusia adalah kebaikan, bukan saja bagi sang individu yang memilih namun bagi semua orang yang berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengannya. Kebebasan adalah landasan pijak bagi tindakan manusia yang merupakan hasil olah kesadarannya akan dirinya dan manusia lain yang hidup bersamanya demi mencapai tujuannya.
Kebaikan sebagai tujuan yang hendak dicapai membutuhkan arahan dan demi mencapai tujuan itulah manusia membangun norma-normanya. Norma merupakan barometer bagi pilihan-pilihan manusia untuk mencapai tujuannya. Pilihan sadar manusia yang terwujud dalam tindakan membutuhkan norma sebagai pemberi arah. Dalam pengertian itu, moralitas memberikan arti bagi kebebasan, dan sebaliknya kebebasan menjadi bermakna karena dikendalikan oleh moralitas. Kebebasan dan moralitas menjadi semacam perlengkapan yang dimiliki oleh manusia untuk menjaga kemanusiaannya.
Kebebasan seringkali tidak bermakna tanpa kehadiran orang lain, begitu pula dengan moralitas. Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial, kebebasan dan moralitas tidak pernah dapat dilihat sebagai dua entitas yang saling meniadakan, sebaliknya saling mengadakan.
FIGUR SEBAGAI TELADAN
Individu adalah bagian tak terpisahkan dari dunia sosialnya. Bersama orang lain, manusia menyempurnakan kemanusiaannya. Dalam upaya menyempurnakan diri ada relasi timbal balik antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Demi menyempurnakan dirinya, manusia harus berkerjasama dan saling memenuhi. Bentuk saling melengkapi dan memenuhi kebutuhan manusia yang lain tampil sangat benderang dalam bentuk prokreasi, rekreasi dan kerja.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap orang memiliki peran dalam kehidupan sosial dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kehidupan masing-masing. Peran para artis atau pelakon dunia hiburan adalah mendayagunakan apa yang ada pada dirinya (kerja) untuk menghibur orang lain melalui karya-karyanya. Para pelakon dunia hiburan menjadi figur publik, karena kerja atau profesi yang dijalaninya. Suka atau tidak suka, peran sebagai figur publik (tokoh di masyarakat) harus mereka sandang dan lakoni. Tentu bukan tugas yang ringan menjadi orang yang diidolakan dan ditokohkan. Sebagai idola mereka diharapkan bisa menginspirasi orang lain untuk menghasilkan karya-karya yang berguna bagi masyarakat. Sebagai tokoh mereka diwajibkan menjaga sikap dan tindakannya sehingga dapat menjadi pemberi teladan yang baik dan contoh yang layak ditiru. Keteladanan selalu dipahami dalam pengertian moral karenanya menjadi teladan berarti menundukkan diri pada norma-norma moral yang berlaku di masyarakat.
Keteladanan merupakan keutamaan tertinggi bagi orang yang memilih jalan hidup sebagai pesohor dan menjadi figur. Figur publik harus menjadi representasi moralitas masyarakat. Sebagai figur masyarakat mereka harus senantiasa mengendalikan diri dan perilakunya sehingga sesuai dengan norma moral yang berlaku di masyarakat.
Merupakan sesuatu yang sangat manusiawi juga bila sekali-sekali para figur ini melakukan kesalahan dan gagal menjadi teladan yang baik. Figur publik dituntut lebih dari orang biasa yang tidak terkenal dan tidak memiliki pemuja. Bila kesalahan dilakukan oleh orang biasa tidak banyak orang yang ambil pusing dengan kesalahan tersebut, namun hal yang berbeda akan terjadi jika kesalahan dibuat oleh sang figur. Karena bukan hanya cercaan dan makian saja yang harus mereka tanggung, namun yang terberat adalah tekanan publik yang akan mempengaruhi seluruh sendi kehidupan sang figur. Kesalahan selalu dapat dipulihkan dengan cara bertanggung jawab. Mengakui kekhilafan dan pilihan tindakan salah yang telah terlanjur dilakukan serta meminta maaf kepada publik, karena telah merusak tatanan moral yang seharusnya dijunjung, merupakan bentuk tanggung jawab sosial yang layak dilakukan. (Sumber: Suara Pembaruan, 24 Juli 2010).
Tentang penulis:
Febiana Rima, staf pada Pusat Pengembangan Etika dan dosen tetap Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta

Tinggalkan komentar